
Ditulis oleh Shri Nurul Mawaddah (Mahasiswa KPI IAIM Sinjai)
KABARBUGIS.ID – Di era globalisasi ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kita bisa dengan mudah mendapatkan informasi dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Memang, teknologi modern terus berkembang setiap tahun. Hal ini kemudian menyebabkan banyak pengaruh dari negara lain mengalir ke Indonesia dan berkembang. Pengaruh yang sampai ke Indonesia tidak hanya bersifat positif, tetapi juga berbagai pengaruh negatif menyerang dan merugikan kaum muda saat ini.
Kita sebut saja kedatangan Korean wave dari negeri ginseng di Korea Selatan yang sudah sampai ke Indonesia. Mengapa merusak? Ini karena mereka terlalu memuji atau mengidolakan seseorang, menciptakan perilaku yang dapat membahayakan fisik, misalnya.
Korean wave masuk dan berkembang di Indonesia sekitar tahun 2002. Dimulai dengan munculnya CD musik, drama Korea, acara TV, dan seiring berjalannya waktu kita dapat dengan mudah mengakses website. Kemudian Korean Wave diimplementasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Anda bisa merasakan langsung pengaruh dari fenomena tersebut, mulai dari gaya pakaian hingga masakan Korea yang semakin meningkat setiap tahunnya. Media dan acara TV didorong untuk menampilkan drama Korea bahkan mengundang idola Korea untuk datang ke Indonesia dan kemudian menarik perhatian publik, yang merupakan penyembah berhala pada umumnya atau mayoritas masyarakat Indonesia. Apalagi Korea Selatan terus meningkatkan kualitas artisnya karena sumber ekonomi terbesar Korea Selatan berasal dari dunia hiburan.
Agama sendiri tidak melarang pemujaan atau pemujaan terhadap berhala, tetapi memang membutuhkan batasan dan tidak berlebihan dalam memuji. Namun pada kenyataannya, para penggemar idola Korea, khususnya wanita, tidak bisa menghindarinya. Fanatisme ekstrim membuat mereka siap melakukan apa saja untuk idola mereka, karena agama melarangnya. Misalnya beli glow stick murah dan tiket konser murah.
Fenomena Korean wave tidak hanya dialami oleh remaja, tetapi juga oleh anak-anak dan orang dewasa. Anak laki-laki dan anak perempuan. Terperangkap dalam dunia kefanatikan, mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan orang asing.
Hari ini kita harus memilah atau menyaring informasi dan budaya yang bisa dan tidak bisa kita serap. Sebagai seseorang yang mampu memimpin dengan memberi contoh. Bahkan, kita bisa membuat banyak berhala atau, misalnya, Utusan Tuhan, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian dan memuji teman-temannya.
Dalam kaitan ini, orang tua harus berperan dalam mendidik anaknya dalam pendidikan agama di rumah agar tidak terpengaruh oleh dampak buruk Korean wave, sehingga kita tidak bisa menolak teknologi yang lebih maju. Orang tua tidak hanya harus memberi tahu remaja mereka betapa cerdasnya mereka di media sosial.
Penulis: Editor
Penerbit : Rudy HR